Rabu, 27 April 2011

Menurut Pandangan Saya 2




Banyak yang mengatakan, dari masyarakat Indonesia sendiri, bahwa hukum di Indonesia atau hukum Indonesia itu bisa dibeli.

Tapi, menurut pandangan saya, bukan itu sebenarnya yang terjadi dalam praktek kehidupan berbangsa dan bernegara dalam masyarakat NKRI.

Menurut saya, bukan hukum Indonesia-nya yang bisa diperjual belikan.

Tetapi, mental para Aparat Penegak Hukum dalam mempertegas kedudukan Hukum itu sendiri yang bisa dinegosiasikan oleh para Subjek Hukum yang memerlukan Kepastian Hukum demi keuntungannya dan kepentingannya sendiri dalam sebuah Peristiwa Hukum yang melibatkan ia didalamnya yang didapat dari Perbuatan Hukum yang ia lakukan guna menghindarkan kemungkinan terburuk Akibat Hukum yang bisa ia dapat dari itu.

Subjek Hukum yang dimaksud adalah subjek yang menurut hukum berhak/berwenang untuk melakukan perbuatan hukum (mempunyai hak dan cakap untuk bertindak dalam hukum) yang mempunyai hak dan kewajiban. (R.Soeroso)
Subjek Hukum bisa sebagai manusia pribadi atau badan hukum.

Manusia sebagai subjek hukum yang menurut hukum cakap hukum adalah manusia dewasa , sehat rohani dan jiwanya, dan tidak sedang berada dalam pengampuan. Dewasanya seorang manusia menurut hukum juga berbeda-beda kriterianya menurut hukum/undang-undang yang mengaturnya, seperti misalnya :
- Pasal 45 KUH Pidana, dewasanya seorang pria dan wanita adalah apabila telah berumur 16 Tahun.
- UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, apabila telah berumur 17 Tahun (Pasal 13).
- Pasal 29 KUH Perdata, bagi seorang pria dianggap dewasa apabila telah berumur 18 Tahun sedangkan bagi wanita dianggap dewasa apabila telah berumur 15 Tahun.
   
Subjek Hukum selain manusia adalah Badan Hukum, yang dimaksud dengan Badan Hukum adalah suatu perkumpulan manusia mungkin juga kumpulan dari badan hukum yang dapat menanggung hak dan kewajiban yang pengaturannya sesuai dengan hukum yang berlaku, misalnya Koperasi, PT, Yayasan, Perbankan, dll.

Senin, 25 April 2011

Pandanganku Mengenai Sebuah Keyakinan


Agama.  Ya, saya memiliki pandangan tersendiri mengenai itu.

Masih jelas dalam ingatan saya ketika ada seorang bertanya mengenai pendapat saya mengenai agama yang dimana ia bertanya, "Menurut anda agama itu keyakinan atau keturunan?" Dengan tegas, berdasarkan pandangan saya, saya menjawab, "Keyakinan yang dihasilkan dari keturunan."
Lebih rincinya ialah, agama adalah sebuah norma yang ada pada diri manusia yang lahir dari manusia itu sendiri  yang diajarkan pertama kali paling tidak dalam ruang lingkup terkecil dalam organisasi manusia,yakni keluarga, yang merupakan sebuah keyakinan yang mengatur manusia itu sendiri dalam bersikap tindak di dalam kehidupannya dengan membedakan mana yang baik dan benar, dimana keyakinan itu bersifat mengikat, yang artinya berlaku untuk semua yang menganut dan meyakini keyakinan agama tersebut, dan memaksa, dimana ada sanksi yang berupa dosa  jika norma itu dilanggar, dan sanksi yang diberikan nantinya akan lebih berat lagi jika pelanggaran akan norma tersebut lebih banyak ketimbang menjalankan ketentuan norma yang ada dalam keyakinan tersebut, yang artinya lebih banyak melakukan yang salah (dosa) ketimbang melakukan yang benar (pahala).

Kapan keyakinan (agama) ini bermain?

Ketika manusia sudah menyepelekan norma tertulis (hukum positif) yang berlaku dan acuh terhadap sanksi yang terdapat di dalamnya, karena aparat penegak hukumnya juga bisa 'dipermainkan'.
Artinya, seperti misalnya, ada seseorang yang berniat melakukan pencurian. Menurutnya, pencurian tidak apa-apa dilakukan asal tidak ketahuan, karena yang berat adalah ketika harus menerima sanksi menurut hukum positif yang berlaku dan tindakan pencuriannya gagal alias ketahuan. Tetapi, karena seseorang tersebut menganut dan meyakini sebuah agama yang menyebutkan bahwa mencuri itu dilarang dan berdosa jika melakukannya, maka orang yang akan melakukan pencurian tersebut tadi setidaknya akan berpikir sekali lagi untuk melakukan pencurian tersebut, karena ia berpikir, kalaupun seandainya ia bisa lolos dari sanksi hukum positif yang berlaku, akankah ia lolos juga dari sanksi keyakinannya?
Disitulah keyakinan (agama) itu bermain. 

Dalam sebuah keyakinan (agama), aparat penegak hukumnya adalah manusia yang menganut dan meyakini keyakinan itu sendiri. Ia sendiri yang menentukan apakah norma dalam keyakinannya akan ia tegakkan, yang artinya ia jalankan dengan benar, atau ia acuhkan.


NB :
Dengan memposting tulisan ini, bukan berarti saya menyepelekan syariat yang diajarkan dalam agama yang saya yakini, karena saya juga manusia beragama. Hanya sekedar membagi pikiran dan pandangan saya mengenai objek tertentu, yang dalam postingan ini adalah sebuah keyakinan (agama).

Menurut Pandangan Saya

Aneh menurut saya kasus Tommy Kurniawan.
Tommy Kurniawan dilaporkan oleh Hana Hasanah Fadel, istri dari Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Fadel Muhammad ke polres Jakarta Selatan dengan laporan melarikan gadis dibawah umur yang dimana gadis dibawah umur yang dimaksud adalah Fatimah Tania Nadira (Tania), anak dari Hana Hasanah Fadel yang sebenarnya telah berumur 20 tahun.
Akar dari permasalahannya adalah, Tommy menikahi Tania tanpa restu dari ibunda Tania, dan Tania juga memilih ikut bersama Tommy dan meninggalkan keluarganya.
Yang aneh disini adalah laporan Hana Hasanah Fadel dengan tuduhan tindak pidana Melarikan Gadis Dibawah Umur.
Seperti diketahui, Tania sendiri sudah berumur 20 tahun, dan subjek hukum yang dianggap telah dewasa (cakap menurut hukum) menurut Pasal 45 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan bahwa dewasanya pria dan wanita adalah apabila ia telah berumur 16 Tahun, dan Tania sendiri usianya melebihi 16 Tahun, yakni 20 Tahun.
Pasal 1 Ayat 1 KUH Pidana juga menyatakan bahwa :
"Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya."
Jadi, "tindakan" Tommy Kurniawan ini sebenarnya tidak dapat dijatuhi sanksi pidana karena tidak ada dasar hukumnya.
Ditambah lagi, pernikahan antara Tommy Kurniawan dan Fatimah Tania Nadira dilangsungkan atas dasar suka sama suka, mau sama mau, dan atas dasar saling mencintai. Tidak ada unsur paksaan maupun ancaman bagi keduanya dalam menjalani pernikahan mereka.
Lain cerita jika ternyata Tommy memaksa dengan memberi ancaman kepada Tania untuk menikah dengannya. Disini Tommy Kurniawan bisa dituntut dengan pasal 368-371 tentang Pemerasan dan Pengancaman.
Sampai saat ini, laporan kasus Tommy Kurniawan tetap berjalan dan diproses. Pihak kepolisian memilih berhati-hati dalam memproses laporan tersebut.
Dan Tommy Kurniawan juga sampai saat ini masih berstatus Saksi.

Minggu, 24 April 2011

Tarian Pertama Jemariku

Entah apa yang ada dalam pikiran gua saat itu sampe gua memasukkan Jurusan Ilmu Hukum, Universitas Sriwijaya kedalam salah satu pilihan jurusan pada pendaftaran SNMPTN saat itu. Meski mungkin itu hanya keisengan semata dan merupakan pilihan ketiga dari tiga pilihan gua saat itu, justru Fak. Hukum Universitas Sriwijaya (UNSRI) inilah yang akhirnya menerima gua sebagai mahasiswa baru mereka. Misi utama untuk bisa diterima di Fak. Hukum tercapai, begitu juga dengan misi sampingan yang merupakan cita-cita dari kedua orangtua gua, masuk Univ. Negri. Dulu, gak ada bayangan sama sekali gua bakalan meninggalkan pulau yang gua diami selama 17 tahun terakhir, Jawa, menuju pulau leluhur keluarga gua, Sumatera, untuk melanjutkan pendidikan gua ke jenjang perkuliahan. Tapi, sekarang inilah yang ada. Udah hampir setahun gua menetap di ibukota provinsi penghasil batubara terbesar se-Indonesia, Palembang (Sumatera Selatan). Awalnya, banyak keluhan yang gua rasain disini, mulai dari kotanya yang gak sebesar kota yang gua tinggalin dulu di jawa sana, udara panasnya yang parah melebihi DKI, sampe jalur PP gua ke kampus yang cuma satu dan itu juga jalur mudik yang sempit yang dipenuhi oleh lalu-lalang truk-truk yang kalo disitu ada kecelakaan atau ada yang mogok, pasti menyebabkan kemacetan yang parah dan panjang.
Tapi itu semua cuma awalnya, butuh waktu 9 bulan lebih untuk bisa membiasakan diri dengan kehidupan disini. Alhamdulillahnya nih, disini banyak remaja-remaja tanggung (temen-temen kampus gua) yang bisa berpikiran dewasa dan menerima gua apa adanya untuk membukakan mata gua di tanah 'perantauan' ini. Dan juga disini, gua lebih bisa membuka mata akan kehidupan kerasnya dunia yang sebenarnya. Sampe akhirnya gua sadar, jalan masih panjang, terjal, berkelok, dan penuh rintangan yang lebih dari sekarang ini untuk mencapai cita-cita gua untuk bisa masuk ke pemerintahan Republik ini untuk memperbaiki Bangsa yang udah mulai diambang keterpurukan meskipun sebenarnya, walaupun banyak yang 'menyimpang', pemerintah kita juga berupaya agar setidaknya, kalaupun Republik ini borok di dalam, tapi Luar Biasa Dahsyat di mata dunia Internasional.
Jadi, berpikirlah lebih dewasa dan buka mata, hati, dan pikiran (iklan kali ah) demi cita-cita gua, yang ga tau bisa nyampe apa engganya itu, ke depannya. Harapan gua sih, kalo bisa, jadi salah satu bagian dari KPK, Deplu, KY, atau jadi Menteri Profesional (independen), tanpa harus jadi bagian dari Partai Politik (parpol).
Jujur, gua paling benci dengan yang namanya politik, meskipun nantinya juga akan terjun didunia sana, karena politik di Indonesia masih kotor dan sarat akan mempertahankan kepentingan golongannya ketimbang kepentingan negara dan rakyat yang mereka wakilkan secara keseluruhan.
Parlemen kitapun masih belum dewasa, masih mencari jatidirinya, dimana mereka masih senang untuk menghamburkan uang negara dengan kegiatan yang tidak perlu demi menyenangkan dirinya sendiri seperti Studi Banding ke Luar Negeri yang tidak terlalu beguna untuk RUU yang sedang mereka gagas, dan yang teranyar adalah pembangunan gedung super mewah yang oleh banyak kalangan ditentang dengan tegasnya.
66 tahun merdeka ternyata belum cukup bagi bangsa ini untuk mencari jatidirinya sebagai bangsa yang besar, bangsa yang sebenarnya jika pengelolaannya baik dan terbuka serta merangkul semua kepentingan lapisan masyarakatnya, bisa menjadi raksasa minimal menguasai pasar Asia.
5 tahun, kasih gua 5 tahun dari sejak pendaftaran gua di universitas negeri ini untuk mengejar titel S.H. untuk melangkah ke langkah berikutnya dalam mendapatkan cita-cita gua yang sebenarnya juga cita-cita para Bapak Pendiri Bangsa.
Membuat Indonesia menjadi bangsa yang mempunyai harga diri, bangsa yang tidak sia-sia perjuangan para pahlawan dan rakyatnya untuk membuat bangsa ini merdeka.